Sunday, February 20, 2011

TIDAK ADA YANG BENAR-BENAR PD MENGHADAPI UNAS

         “Lho kok iso?“, “Mosok semua bidang studi dan mosok semua siswa?“, “siji ae mosok gak ono sing lulus?”. 
Pertanyaan itulah yang pasti terlontar begitu saja begitu membaca berita Jawa Pos hari Minggu, 31 Mei 2009 dan Selasa, 2 Juni 2009, 33 SMA-SMP se-Indonesia siswanya 100% tidak lulus. Dan lebih membuat kita melongo, kasus ini dialami sekolah favorit dan Rintisan Sekolah berStandar Internasional (RSBI) yang siswanya rata-rata pintar. Diduga hal itu terjadi karena ada kecurangan pada saat pelaksanaan Unas.
Sebenarnya morat-marit dan kecurangan dalam Unas sudah menjadi rahasia umum, tapi lucunya hal itu terjadi setiap tahun dan bisa diprediksi akan berulang lagi pada tahun berikutnya.

HILANGNYA Percaya Diri
Saya adalah guru bidang studi yang juga di Unaskan di SMA/MA. Mungkin saya bisa menceritakan sedikit penyakit perut, pusing dan cemas tahunan yang selalu saya alami (mungkin juga guru yang lain) saat pelaksanaan Unas dan menjelang pengumuman kelulusan, saya dan ribuan guru lain pasti merasakan atmosfer yang sangat meresahkan, khawatir anak-anak tidak lulus. Tapi, jangan  karena itu kami -para guru- boleh melakukan berbagai kecurangan.
Semua sekolah (termasuk  33 sekolah) pasti melakukan banyak usaha fair dan usaha yang mendidik lainnya untuk menghadapi Unas. Sejak masuk kelas XII (kelas 3) siswa telah diwarning bahwa mereka akan menghadapi 4 hari yang sangat menentukan setelah 3 tahun di sekolah. Selama itu pula berbulan-bulan sampai tiba pelaksanaan Unas mereka dijejali dengan berbagai bimbingan belajar, try out, pendalaman materi dan entah apa lagi istilahnya.
Juga tidak lupa biasanya dilakukan istighosah atau doa bersama sebagai upaya rohani untuk meminta kelulusan kepada-Nya. Semua persiapan itu dilakukan agar siswa menjadi SIAP, dan PERCAYA DIRI saat mengerjakan soal –soal Unas.
Tetapi, faktanya, usaha itu kadang tidak membuat siswa semakin siap tapi malah membuat mereka tertekan, tegang, resah  dan stres, bahkan siswa yang pintar dan dari sekolah favoritpun masih saja merasa tidak percaya diri dan tidak siap saat mengerjakan soal  Unas.
Ketegangan menghadapi Unas biasanya mencapai puncaknya pada hari pertama pelaksanaan Unas. Para siswa yang mengerjakan sendiri secara fair pada hari pertama banyak yang menangis, ndeleleng (bengong), bahkan ada yang menjerit histeris, wedi karepe dewe, takut jawaban nya banyak yang salah.

Kenapa tidak siap dan tidak PD?
Kecurangan yang kerap terjadi juga dikarenakan para guru dan pihak sekolah tidak percaya diri pada proses belajar yang telah mereka lakukan selama 3 tahun (Mungkin salah satu sebab 100% siswa dari 33 sekolah tidak lulus), Coba kalau mereka percaya akan kemampuannya sendiri, para siswa tidak akan dengan mudah mempercayai jawaban dari sms, mereka akan menggunakan segala kemampuan berfikir yang telah diperoleh selama 3 tahun untuk memecahkan soal Unas dan mencueki jawaban sms, dan pasti dari 33 sekolah itu setidaknya ada yang lulus.
Pertanyaannya kenapa para siswa kita lebih mempercayai jawaban palsu dan berbagai kecurangan dari pada kemampuan dan skill mereka sendiri?.
Seperti yang telah saya uraikan diatas, para siswa merasa stres, tertekan secara pshycology, dan wedi karepe dewe karena grade kelulusan yang ditetapkan pemerintah. sehingga iya saja saat ada iming-iming kunci jawaban di depan mata. Hanya demi mencapai batas 5,50 agar lulus, sekolah dan siswa menghalalkan segala cara pokok e lulus.
Kemana perginya 12 tahun pendidikan moral, tentang kejujuran, kemandirian, dan berbagai macam skill yang dipelajari siswa dan selalu diceramahkan para guru? Bila akhirnya lebih percaya jawaban dari sms atau kecurangan yang lain.
Banyak parktisi pendidikan ataupun anggota DPR mengkritik bahwa pelaksanaan Unas melanggar UU nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, bahkan dalam keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diperkuat dengan keputusan Pengadilan Tinggi tanggal 21 Mei 2007 majelis hakim menyatakan pemerintah harus mengubah kebijakan Unas.
Bagaimana kita tetap  mengadakan Ujian Nasional yang berstandar nasional bila satuan-satuan pendidikan kita di seluruh Indonesia tidak merata  kualitasnya?. Pemerintah sebaiknya memperbaiki dulu kualitas sekolah, kualitas guru dan pendukung pendidikan lainnya di seluruh Indonesia, agar sama standar kualitasnya, agar mereka semua merasa siap dan percaya diri (berapapun grade kelulusannya), sehingga tidak terjadi kecurangan yang lain. Buat apa memaksakan lulus bila diperoleh dari cara yang tidak jujur.

Oleh:   Yulia Pratitis Y. S.Pd

No comments:

Post a Comment