Saturday, August 10, 2019

REVIEW NOVEL EDELWEIS TAK SELAMANYA ABADI


Terima Kasih sang Maha Daya,...
   Terima Kasih sang Maha Cinta,..
        Terima Kasih pemilik jiwa,..
            Terima Kasih pada semua,..
                 Karena kalianlah aku merasa ada, 
                       karena kalianlah aku merasa berharga.


...
Alhamdulillah, segala puji bagi sang maha Daya semesta yang meletakkan ruhku di tengah kumparan ruh-ruh lain yang baik padaku. 

Novel ETSA (Edelweiys Tak Selamanya Abadi) telah dibedah dan diangkat sebagai objek dalam skripsi seorang mahasiswi jurusan Sastra Indonesia sebagai syarat kelulusan kuliah S1 nya. Selain itu, ETSA juga telah dikomentari puluhan orang pembacanya.
Komentar tersebut tidak termasuk komentar responden-responden penelitian sang mahasiswa, 

Kali ini ETSA menemukan jalur hidupnya yang lain. 
Seorang sastrawan terkenal dari bangilan Tuban dengan julukannya "mbah Joyo"  berkenan MEREVIEW NOVEL ETSA ini. Suatu kehormatan yang tak ternilai bagi saya, seorang penulis pemula yang baru terjun ke hutan belantara Literasi Indonesia. 

Review sebuah novel merupakan suatu hal yang ditunggu oleh banyak penulis. Sebagai penghargaan bahwa novelnya dapat diterima masyarakat dengan bukti telah dibaca tuntas dan diberikan apresiasi, baik berupa motivasi, kritikan ataupun hujatan. Semua review tersebut disampaikan dalam kacamata objektive sebagai penikmat sastra.

Bagi penulis, review yang diberikan oleh seorang pembaca awam pasti akan berbeda dengan komentar yang diberikan oleh seorang ahli. Saat ETSA dikomentari positif oleh pembaca kebanyakan, saya hanya mengucapkan terima kasih tanpa memikirkan lebih jauh lagi tentang karya yang sudah saya lahirkan itu. Sangat beda saat mbah Joyo, begitu saya memanggilnya, memberikan review pada novel ini.

Sebuah renungan panjang saya lakukan, membaca review beliaupun juga saya lakukan berkali-kali, seolah saya tidak ingin terlepas satu katapun. Kritikannya yang tajam menguliti kekurangan novel ini membuat saya malah bahagia. karena memang yang saya inginkan adalah sebuah "pecut" untuk mencambuk diri saya untuk selalu berbenah. 

Pujian yang saya terima pun tidak membuat saya besar kepala, karena terus terang saja, saya merasa tidak pantas menerima sanjungan tersebut, walaupun memang banyak pembaca yang mengapresiasi positif pada novel ini.

Bahkan, novel ini sudah 2x dilirik oleh penerbit Mayor. tapi karena ada beberapa kendala, ETSA belum menemukan jalannya. 

Mencungkil sejumput rasa ETSA,...


Di sini aku menantimu pembaca tercinta,..
Dalam indah cengkrama kita saat senja, membincangkan sejumput rasa yang ada bersama asa dalam secawan kopi, menyesapnya bersama. Beri tahu aku akan pahitnya rasa kopi, aku akan tersenyum dan memberimu gula. Agar rasaku menjadi sama dengan rasa milikmu.
Trima Kasih...

Ya Rabb sang maha Kasih,..

Ijinkan malam ini aku merayuMu,
menggantungkan asa disetiap larik pujaku
Luruhkan kesombonganMu, rangkul jiwaku dalam hangat ruhMu
Aku mengiba padamu,...

Ya Dzat sang mahaDaya,...
Jangan anugerahi lagi jiwa hamba ini  dengan cinta mahsyuk asmara.
Karena raga hamba tak tahan dalam dera deritanya.
Kututup kisah ini atas nama cinta.
Cinta dari sang maha cinta...

_MAKTUB_