I'm not you. I will live with my own way, like you live with your way |
Bukan kapasitas saya sebenarnya
melakukan dakwah seperti yang dipahami secara terbatas oleh orang pada umumnya.
Menjadi seorang ‘bu nyai’ yang naik podium dan memegang mike atau bergamis panjang dan berkaos kaki dengan menundukkan
pandangan setiap berpapasan dengan ikhwan sangatlah berat saya lakukan. Saya
masih nyaman dengan celana jeans
belel dan kemeja katun ringan saya, juga hijab standard yang ringan tanpa
membuat saya sakit kepala, saya juga masih senang tersenyum manis pada orang
lain sebagai bagian dari ‘shodaqoh’
dan mengagumi ciptaan Tuhan yang berwujud cowok ganteng, hehehe,..sorry, just kidding.
Sedari kecil hingga perguruan
tinggi bahkan saat sekolah di luar negri, saya tidak pernah mengenyam
pendidikan di pesantren. Bila standard seorang pendakwah adalah telah
menghatamkan kitab-kitab salafi berjilid-jilid maka Al-Qur’an saja baru satu
kali saya khatamkan dalam hidup ini dan bila di tangan pendakwah identik dengan
tasbih yang terus berputar, maka dalam keseharian, jari-jari saya masih sibuk
mengusap ‘setan tipis’ bermerek Samsung J7 plus. Jadi intinya dari segi syarat
standard untuk bisa menjadi seorang da’i, jelas saya tidak masuk kriteria
sedikitpun. Apalagi untuk menulis strategi dakwah di era digital ini, jelas
saya sama sekali tidak berkompeten. Tetapi bukan berarti saya tidak boleh
berdakwah bukan?. Saya punya ruh, saya punya hati nurani, saya punya mata batin
yang bisa membedakan antara baik dan bathil, sedikit yang saya tahu itulah yang
ingin saya bagikan pada orang lain.
Dakwah dalam arti sempit adalah ‘ajakan’
atau ‘seruan’. Tentu saja ajakan atau seruan tersebut perihal kebaikan untuk
mendekatkan diri pada sang maha Satu. Sedangkan dalam arti yang luas, dakwah
saya pahami dengan sangat sederhana, yaitu sebagai suatu kegiatan untuk
menyebarkan informasi atau mengajak orang lain agar berbuat baik dalam
hidupnya. Ooo,... ternyata se-simple
itu toh kegiatan dakwah. Jadi saya
tidak memerlukan mimbar, perkumpulan pengajian atau busana menjuntai panjang
untuk mengajak orang berbuat baik. Saya bisa melakukan dakwah di manapun,
kapanpun dan menggunakan media apapun.
Well,.. let’s to
see,
dakwah model yang bagaimana yang telah saya lakukan.
...Maharani berjalan menuju hall utama kuil dan melemperkan
satu koin ke lantai yang dialasi deretan batang bambu memanjang. Koin yang
dilempar menggelinding cepat masuk ke balik dinding. Bila orang-orang Jepang di sebelah Maharani menepukkan tangannya tiga kali lalu
menangkupkan kedua tangannya dan berdoa, Maharani tidak melakukannya. Dia malah
menengadahkan kedua tangannya, menunduk dan memejamkan mata. Mulutnya komat-kamit, entah doa apa yang dirapalnya. Lalu dia berdiri dan
tersenyum pada kamera Aditya. Dia melambaikan tangan sambil menyelipkan
sejumput rambutnya yang jatuh ke depan saat dia menunduk untuk berdoa tadi.
"Doa apa
yang kamu baca jeng?, kok berdoa di kuil" tanya Aditya penasaran.
"Bumi ini
adalah tanah Tuhan Adit. Tidak peduli di mana kau jejakkan kakimu. Tuhan ada di
seluruh penjuru semesta. Di negara manapun kau berdoa, Tuhan maha mendengar.
Dia tidak tuli berdasarkan area negara dan bahasa. Termasuk berdoa di kuil pun,
aku percaya Tuhan pasti mendengarnya" jelas Maharani sambil tersenyum
lembut... (Wattpad. MAHARANI. Part Asakusa)
..."Itadakimasu"_(selamat
makan) suara Maharani menarik perhatian Aditya. Wanita itu
menangkupkan kedua tangannya di depan dada, matanya terpejam, seolah khidmat
memberi hormat pada makanan di depannya...
"Berdoa itu
jangan hanya mementingkan diri sendiri. Berdoalah untuk seluruh alam, doakan
semua makhluk ciptaan Tuhan. Iblis dan setan pun mungkin akan berterima kasih
atas doa-doamu untuk mereka. Pohon punya nyawa, lautan bisa marah dan alam semesta termasuk
matahari dan bintang berdzikir pada Alloh. Itu bukti bahwa alam ini bukan benda
mati. Mereka semua ‘hidup’ mas, mereka semua makhluk Alloh, kita mohonkan pula
kebaikan buat alam semesta" senyum
Maharani sambil menatap lembut mata suaminya.
"Doakan
juga semua orang yang berjasa pada makanan ini. Mulai dari
petani penanam beras, petani sayur, peternak ayam, penjual bumbu, hingga chef yang memasak dan
menghidangkan makanan ini buat kita" jelas Maharani sambil menunjuk ramen
di hadapannya... (Wattpad. MAHARANI.
Part Asakusa)
Yang baru saja anda baca
adalah cungkilan cerita yang saya ambil dari novel yang pernah saya tulis,
MAHARANI. Setelah membaca beberapa paragraf dari novel tersebut, apakah anda
merasa bahwa saya baru saja berdakwah pada anda?, apakah anda merasa saya gurui?, apakah anda merasa saya
melakukan dakwah dengan keras?. Tidak, bukan?.
Itulah jalan dakwah yang
saya pilih, novel digital adalah media yang saya pilih untuk berdakwah, tentu
saja dakwah ala saya. Saya menyelipkan ajaran Tuhan, moral dan etika, edukasi
budaya lewat rangkaian cerita yang tidak disadari oleh pembaca. Dengan cara ini
saya berusaha berdakwah tanpa terkesan menggurui orang lain. Karena tidak
sedikit para pendakwah merasa gagal, karena apa yang disampaikan tidak bisa
diterima oleh orang lain. Kadang para pendakwah sudah merasa di atas angin dan
merasa menjadi manusia yang lebih super dari orang yang didakwahinya.
Pembaca novel-novel saya di
Wattpad mencapai 17,3 ribu orang (karena novel tersebut masih ada sampai saat
ini, jumlah tersebut akan terus bertambah), bandingkan dengan dakwah
konvensional di suatu majlis, yang dihadiri beberapa puluh atau ratusan orang
saja. Media novel online dengan cakupan pembaca milenial yang berjumlah puluhan
ribu adalah wadah yang sangat efektif untuk melakukan sebuah dakwah. Dan hal
yang menggelikan bila saya hanya berbicara roman picisan atau omong kosong
tentang romantisme tanpa edukasi apapun yang diterima pembaca.
Penyair besar Romawi Quintus Horantius Flaccus dalam bukunya ‘Ars Poetica’(14 SM) pernah menjelaskan bahwa tugas dari
seorang penulis dalam masyarakat adalah dulce
et utile yaitu penulis harus bisa berguna dan mengatakan hal-hal yang
berfaedah untuk kehidupan. Karena genre tulisan saya adalah pop romance, maka
tidak mungkin saya menceritakan cerita islami yang terlalu berat lengkap dengan
ayat dan dalil-dalil bahasa Arabnya karena saya bukan jebolan pondok pesantren.
Well, tidak menutup kemungkinan sih bila suatu saat nanti saya bisa
melakukannya karena terbiasa membaca banyak tulisan agamis dari penulis-penulis
hebat dalam grup penulis SPK (Sahabat Pena kita) ini. Tetapi apapun cara anda berdakwah, kita para penulis
harus mengamalkan hadist بلغوا عني ولو آية (HR.
Bukhari), “sampaikan
walaupun hanya satu ayat”, sampaikan yang anda tahu saja, jangan
menyampaikan hal yang tidak anda ketahui.
Saya jadi ingat acara
kopdar komunitas penulis SPK di Tulungagung waktu itu, salah satu pembicara
menekankan berkali-kali bahwa “tulislah
sesuatu yang bermanfaat. Bila yang anda tulis tidak bermanfaat, maka tulisanmu
akan sia-sia belaka”. Tulisan yang
bermanfaat adalah tulisan yang bisa mengajak dan memotivasi pembaca untuk
berbuat baik. Mengajak berbuat baik adalah esensi dari dakwah itu sendiri. Jadi
semudah itu sebenarnya berdakwah. Saya
telah memilih jalan dakwah ‘ala’ saya, bagaimana jalan dakwah ala njenengan?.
Salam Takdhim
_Liaiko_
Keren. Mantap.
BalasHapusmatur nuwun
Hapus