Sunday, April 21, 2019

DULCE et UTILE DALAM DAKWAH ‘ALA SAYA’

I'm not you.
I will live with my own way, like you live with your way
Bukan kapasitas saya sebenarnya melakukan dakwah seperti yang dipahami secara terbatas oleh orang pada umumnya. Menjadi seorang ‘bu nyai’ yang naik podium dan memegang mike atau bergamis panjang dan berkaos kaki dengan menundukkan pandangan setiap berpapasan dengan ikhwan sangatlah berat saya lakukan. Saya masih nyaman dengan celana jeans belel dan kemeja katun ringan saya, juga hijab standard yang ringan tanpa membuat saya sakit kepala, saya juga masih senang tersenyum manis pada orang lain sebagai bagian dari ‘shodaqoh’ dan mengagumi ciptaan Tuhan yang berwujud cowok ganteng, hehehe,..sorry, just kidding.
Sedari kecil hingga perguruan tinggi bahkan saat sekolah di luar negri, saya tidak pernah mengenyam pendidikan di pesantren. Bila standard seorang pendakwah adalah telah menghatamkan kitab-kitab salafi berjilid-jilid maka Al-Qur’an saja baru satu kali saya khatamkan dalam hidup ini dan bila di tangan pendakwah identik dengan tasbih yang terus berputar, maka dalam keseharian, jari-jari saya masih sibuk mengusap ‘setan tipis’ bermerek Samsung J7 plus. Jadi intinya dari segi syarat standard untuk bisa menjadi seorang da’i, jelas saya tidak masuk kriteria sedikitpun. Apalagi untuk menulis strategi dakwah di era digital ini, jelas saya sama sekali tidak berkompeten. Tetapi bukan berarti saya tidak boleh berdakwah bukan?. Saya punya ruh, saya punya hati nurani, saya punya mata batin yang bisa membedakan antara baik dan bathil, sedikit yang saya tahu itulah yang ingin saya bagikan pada orang lain.
Dakwah dalam arti sempit adalah ‘ajakan’ atau ‘seruan’. Tentu saja ajakan atau seruan tersebut perihal kebaikan untuk mendekatkan diri pada sang maha Satu. Sedangkan dalam arti yang luas, dakwah saya pahami dengan sangat sederhana, yaitu sebagai suatu kegiatan untuk menyebarkan informasi atau mengajak orang lain agar berbuat baik dalam hidupnya. Ooo,... ternyata se-simple itu toh kegiatan dakwah. Jadi saya tidak memerlukan mimbar, perkumpulan pengajian atau busana menjuntai panjang untuk mengajak orang berbuat baik. Saya bisa melakukan dakwah di manapun, kapanpun dan menggunakan media apapun.
Well,.. let’s to see, dakwah model yang bagaimana yang telah saya lakukan.
...Maharani berjalan menuju hall utama kuil dan melemperkan satu koin ke lantai yang dialasi deretan batang bambu memanjang. Koin yang dilempar menggelinding cepat masuk ke balik dinding. Bila orang-orang Jepang di sebelah Maharani menepukkan tangannya tiga kali lalu menangkupkan kedua tangannya dan berdoa, Maharani tidak melakukannya. Dia malah menengadahkan kedua tangannya, menunduk dan memejamkan mata. Mulutnya komat-kamit, entah doa apa yang dirapalnya. Lalu dia berdiri dan tersenyum pada kamera Aditya. Dia melambaikan tangan sambil menyelipkan sejumput rambutnya yang jatuh ke depan saat dia menunduk untuk berdoa tadi.
"Doa apa yang kamu baca jeng?, kok berdoa di kuil" tanya Aditya penasaran.
"Bumi ini adalah tanah Tuhan Adit. Tidak peduli di mana kau jejakkan kakimu. Tuhan ada di seluruh penjuru semesta. Di negara manapun kau berdoa, Tuhan maha mendengar. Dia tidak tuli berdasarkan area negara dan bahasa. Termasuk berdoa di kuil pun, aku percaya Tuhan pasti mendengarnya" jelas Maharani sambil tersenyum lembut... (Wattpad. MAHARANI. Part Asakusa)
..."Itadakimasu"_(selamat makan) suara Maharani menarik perhatian Aditya. Wanita itu menangkupkan kedua tangannya di depan dada, matanya terpejam, seolah khidmat memberi hormat pada makanan di depannya...
"Berdoa itu jangan hanya mementingkan diri sendiri. Berdoalah untuk seluruh alam, doakan semua makhluk ciptaan Tuhan. Iblis dan setan pun mungkin akan berterima kasih atas doa-doamu untuk mereka. Pohon punya nyawa, lautan bisa marah dan alam semesta termasuk matahari dan bintang berdzikir pada Alloh. Itu bukti bahwa alam ini bukan benda mati. Mereka semua ‘hidup’ mas, mereka semua makhluk Alloh, kita mohonkan pula kebaikan buat alam semesta" senyum Maharani sambil menatap lembut mata suaminya.
"Doakan juga semua orang yang berjasa pada makanan ini. Mulai dari petani penanam beras, petani sayur, peternak ayam, penjual bumbu, hingga chef yang memasak dan menghidangkan makanan ini buat kita" jelas Maharani sambil menunjuk ramen di hadapannya... (Wattpad. MAHARANI. Part Asakusa)
Yang baru saja anda baca adalah cungkilan cerita yang saya ambil dari novel yang pernah saya tulis, MAHARANI. Setelah membaca beberapa paragraf dari novel tersebut, apakah anda merasa bahwa saya baru saja berdakwah pada anda?, apakah anda merasa saya gurui?, apakah anda merasa saya melakukan dakwah dengan keras?. Tidak, bukan?.
Itulah jalan dakwah yang saya pilih, novel digital adalah media yang saya pilih untuk berdakwah, tentu saja dakwah ala saya. Saya menyelipkan ajaran Tuhan, moral dan etika, edukasi budaya lewat rangkaian cerita yang tidak disadari oleh pembaca. Dengan cara ini saya berusaha berdakwah tanpa terkesan menggurui orang lain. Karena tidak sedikit para pendakwah merasa gagal, karena apa yang disampaikan tidak bisa diterima oleh orang lain. Kadang para pendakwah sudah merasa di atas angin dan merasa menjadi manusia yang lebih super dari orang yang didakwahinya.
Pembaca novel-novel saya di Wattpad mencapai 17,3 ribu orang (karena novel tersebut masih ada sampai saat ini, jumlah tersebut akan terus bertambah), bandingkan dengan dakwah konvensional di suatu majlis, yang dihadiri beberapa puluh atau ratusan orang saja. Media novel online dengan cakupan pembaca milenial yang berjumlah puluhan ribu adalah wadah yang sangat efektif untuk melakukan sebuah dakwah. Dan hal yang menggelikan bila saya hanya berbicara roman picisan atau omong kosong tentang romantisme tanpa edukasi apapun yang diterima pembaca.
Penyair besar Romawi Quintus Horantius Flaccus dalam bukunya ‘Ars Poetica’(14 SM) pernah menjelaskan bahwa tugas dari seorang penulis dalam masyarakat adalah dulce et utile yaitu penulis harus bisa berguna dan mengatakan hal-hal yang berfaedah untuk kehidupan. Karena genre tulisan saya adalah pop romance, maka tidak mungkin saya menceritakan cerita islami yang terlalu berat lengkap dengan ayat dan dalil-dalil bahasa Arabnya karena saya bukan jebolan pondok pesantren. Well, tidak menutup kemungkinan sih bila suatu saat nanti saya bisa melakukannya karena terbiasa membaca banyak tulisan agamis dari penulis-penulis hebat dalam grup penulis SPK (Sahabat Pena kita) ini. Tetapi apapun cara anda berdakwah, kita para penulis harus mengamalkan hadist  بلغوا عني ولو آية (HR. Bukhari), “sampaikan walaupun hanya satu ayat”, sampaikan yang anda tahu saja, jangan menyampaikan hal yang tidak anda ketahui.
Saya jadi ingat acara kopdar komunitas penulis SPK di Tulungagung waktu itu, salah satu pembicara menekankan berkali-kali bahwa “tulislah sesuatu yang bermanfaat. Bila yang anda tulis tidak bermanfaat, maka tulisanmu akan sia-sia belaka”.  Tulisan yang bermanfaat adalah tulisan yang bisa mengajak dan memotivasi pembaca untuk berbuat baik. Mengajak berbuat baik adalah esensi dari dakwah itu sendiri. Jadi semudah itu sebenarnya berdakwah.  Saya telah memilih jalan dakwah ‘ala’ saya, bagaimana jalan dakwah ala njenengan?.
Salam Takdhim
_Liaiko_

2 comments: