Thursday, April 25, 2019

“NDUK, …. WANITA ITU (TIDAK) HARUS BEKERJA”


(Sebuah wasiat dari ibu yang akan saya sampaikan juga ke anak gadisku kelak)

a Real Angel in my life


Ingatan saya terbang beberapa puluh tahun yang lalu, pagi itu kira-kira jam 6 pagi, ibu tengah melukis alisnya di depan cermin yang ada di dalam kamar. Dengan teliti ibu menggoreskan sebatang pensil yang kelak saya tahu itu adalah pensil alis, pensil yang khusus untuk menggambar alis. Karena saat itu yang saya tahu pensil ya pensil, seperti pensilku yang selalu runcing untuk menulis halus di sekolah. Waktu itu usia ibu kira-kira seusiaku saat ini, tiap pagi harus menempuh jarak yang jauh untuk mengabdi di sebuah SD pinggiran sebagai kepala sekolah. Saya terus mengamati ibu berdandan, setelah kedua alisnya terlukis indah, tangannya mengoleskan lipstik warna peach di bibirnya yang tipis, lalu selembar kain warna coklat susu ditutupkannya menyelimuti rambutnya yang hitam, terakhir bros bunga kecil disematkan di dada sebelah kiri. Duuuh,... cantik sekali wajah ibu saat itu.
           “hei, kenapa kamu dari tadi mengamati ibu dandan” tanya ibu tiba-tiba sambil melirikku. Aku terdiam sesaat. Lalu merangsek mendekati ibu yang sudah rapi dengan seragam dan siap berangkat kerja.
            “ibu, kenapa ibu bekerja. Tidak seperti ibu-ibu temanku yang lain tetap di rumah. Aku sakit, aku sendirian di rumah” tanyaku merajuk.
Ibu menatapku lembut, bibirnya yang berwarna peach ditariknya membentuk lengkungan yang indah.
            “Dengar ya nduk, kamu ingat kata-kata ibu ini samapai kamu menikah nanti. Wanita itu harus punya pekerjaan. Pekerjaan apapun itu pokok e halal. Hanya untuk berjaga-jaga bila terjadi apa-apa dengan bapakmu. Entah bapak sakit atau bapak diPHK atau bapak harus mendahului kita. Ibu tidak mau sampai anak-anak ibu tidak bisa makan atau tidak bisa meneruskan sekolah. Tidak ada yang tahu, semuanya takdir tuhan. Kita hanya makhluknya nduk. Hanya menjalani takdir yang sudah digariskan”, panjang lebar ibu berbicara padaku. Aku terdiam tidak tahu maksud dari pembicaraan ibu.
            “obat dari pak dokter semalam diminum ya, di meja makan sudah ibu masakkan nasi dan lauk. Insyaalloh sore nanti bapakmu pulang nduk. Segera sembuh ya, ibu berangkat kerja dulu” lembut tangan ibu mengusap kepalaku, aku mengulurkan tangan menyalaminya dengan takdhim.
Saat saya kelas 2 SMP, baru mengerti makna dari pesan ibu saat itu. Bapak meninggal dunia saat saya berusia 13 tahun. Sejak saat itu ibu menjadi singleparent.  Bapak tidak meninggalkan harta warisan, sehingga saya sangat tahu bahwa ibulah satu-satunya yang menopang kehidupan kami. Semua kebutuhan keluarga dan sekolah saya, ibulah yang membiayai. Saya sangat bersyukur bisa melanjutkan sekolahku terus sampai perguruan tinggi, walaupun saya memang sudah mempersiapkan strategi sejak di bangku SMA untuk mendapatkan beasiswa untuk meringankan beban ibu. Untung saat itu ibu bekerja. Saya tidak bisa membayangkan bila ibu hanya ibu rumah tangga biasa. Ekonomi kami pasti colaps sepeninggal bapak.
Ada cerita lain yang dialami oleh teman karib semasa kelas satu SMA. Dia dari keluarga broken home, ayah dan ibunya bercerai saat itu. Ibunya adalah ibu rumah tangga fulltime, ayahnya tergoda wanita lain dan pergi tanpa tanggung jawab. Naila-nama temanku itu, dia mendatangiku sambil menangis, bercerita bahwa hari itu adalah hari terakhirnya masuk sekolah. Sebagai anak tertua dari tiga bersaudara, dia harus rela berhenti sekolah demi adik-adiknya agar bisa bersekolah. Usianya saat itu baru 15 tahun, hanya lulusan SMP dan akhirnya dia harus bekerja di warung dekat rumahnya.
Saya tidak tahu hati ibu terbuat dari apa, bagiku dialah malaikat tanpa sayap yang dikirimkan Tuhan untuk menjaga dan merawat anak-anaknya. Ibu sosok wanita tegar yang seolah mengetahui masa depan lewat kata-katanya. Percakapan pagi beberapa belas tahun yang lalu kembali terngiang, saat itu ibu berkata“wanita harus bekerja, apapun asal halal untuk persiapan bila di tengah perjalanan rumahtangganya terjadi hal yang tidak diinginkan”.
Ibu dengan segala petuah dan pesannya secara tidak sadar menginspirasiku untuk mengikuti jejaknya. Walaupun suamiku bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari, tapi saya atas ijin suami tetap bekerja sebagai guru di salah satu Aliyah di kotaku. Saya niatkan kerjaku sebagai ibadah, bukankah nabi Muhammad SAW dalam hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim menyebutkan bahwa “Innamal ‘amalu binniyat”, yang artinya kurang lebih “amal itu tergantung niatnya”. Bila diniatkan baik, maka hasil yang didapatpun akan baik. Maka saya niatkan kerja sebagai ibadah, untuk menyampaikan ilmu kepada murid-murid semua. Semoga apa yang saya lakukan dalam pekerjaan saya dicatat sebagai amal jariyah yang tetap mengalir sampai  nantinya.
Saya bukan ulama, saya juga bukan bu nyai atau santri dari sebuah pondok pesantren yang mengetahui banyak ayat, dalil-dalil dan mengaji banyak kitab. Ilmu agama saya hanya seujung kuku yang saya dapatkan dari pak ustad yang mengajar di musholla kompleks perumahan. Dari sedikit ilmu agama yang saya punyai, mereferensikan ibunda mulia Khadijah istri nabi Muhammad juga seorang wanita pekerja. Selama wanita mendapatkan ijin dari suaminya, bisa menjaga kehormatan, tidak melupakan kodratnya sebagai seorang ibu dan bekerja dengan tetap menjaga syariat-syariat yang ada, maka Why Not?, menjadi wanita pekerja bukan lagi sebuah hal yang musti diperdebatkan panjang lebar.
O ya,... Saat ini usia ibu sudah 75 tahun, beliau sudah mulai pikun. Mungkin juga apa yang dulu pernah dinasehatkan pada saya, juga telah hilang dari memorinya. Tetapi pesannya saat itu masih terus menancap di otakku hingga sekarang. Hidup saat ini harus realistis, menghadapi masa depan tidak hanya dengan berserah diri, pasrah ing pandum pada suami. Bila terjadi hal yang tidak diinginkan pada kehidupan rumah tangga kita, seperti cerita saya tentang Nayla teman SMA dulu, apa yang harus kita lakukan?. Sangat tidak mungkin bila menggantungkan pada harta peninggalan suami, iya kalau meninggalkan harta warisan, kalau malah meninggalkan tumpukan hutang, bagaimana?.
Tengoklah di sekeliling kita, berapa banyak wanita yang tegar dengan berperan ganda sebagai ibu dan suami sekaligus. Berapa banyak pula wanita yang akhirnya hidup dalam belas kasihan orang lain sepeninggal suaminya. Tuhan maha sempurna, menciptakan wanita begitu luar biasa. Wanita adalah makhluk yang berhati lembut tetapi mempunyai jiwa yang sangat kuat.
Coba kita telanjangi kehidupan kita masing-masing, para pria dengan pekerjaannya di luar rumah, selalu mengeluhkan capek dan ingin istirahat saat pulang kerja. Sedangkan seorang wanita pekerja?, sepulang dari kantor yang dipegang duluan adalah sapu atau menyiapkan masakan untuk keluarganya. Saat suaminya sudah mendengkur pulas, wanita pekerja dengan menahan kantuknya menghidupkan mesin cuci dan menyetrika sekaligus. Dan saat pagi menjelang, istri yang bekerja pulalah yang paling pagi bangunnya, menyiapkan sarapan suami dan mengurus anak-anaknya. Apakah wanita seperti itu tidak merasakan capek?, wanita juga manusia, badannya masih berasal dari daging dan darah yang sama dengan pria, tentu saja dia merasakan capek juga. Tetapi sungguh luar biasa sekali bukan. Dibalik sikapnya yang gemulai ada tenaga yang sangat besar yang dimiliki oleh seorang wanita, tenaga itu seolah tidak ada habisnya, tenaga itu bernama LOVE, ya, cinta untuk keluarganya.
Menjadi ibu rumah tangga full time atau menjadi wanita pekerja merupakan sebuah pilihan bagi wanita. Dari dahulu manusia pasti akan merasa dilema bila dihadapkan pada sebuah pilihan. Kadangkala pilihan-pilihan tersebut seperti buah simalakama yang mematikan. Hidup merupakan pilihan, anda bisa bebas menentukan pilihan anda sendiri dan tetap menghormati pilihan orang lain.  
Ingatlah bahwa masa depan manusia adalah misteri yang tertutupi tabir. Tidak ada yang mengetahui kemana arah perjalanan Rumah tangga kita. Disinilah pentingnya menyiapkan sebuah rencana untuk bekerja, ketimbang suatu saat nanti semuanya sudah terlambat. Pepatah mengatakan have an Umbrella ready before the rain or “Better safe than sorry” mungkin kalimat yang tepat untuk menggambarkan alasan wanita bekerja.

Salam Takdhim
_Liaiko_

No comments:

Post a Comment